Sabtu, 07 November 2015

Artikel Pemanfaatan Limbah Udang sebagai Bahan Alternatif Pengawet

L
imbah udang yang berupa kulit, kepala dan ekor dengan mudah didapatkan. Dalam limbah tersebut mengandung senyawa kimia yang berupa kitin dan kitosan. Senyawa ini dapat diolah karena hal ini dimungkinkan karena kitin dan kitosan mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi, reaktifikasi kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai penukaran ion dan dapat berfungsi sebagai absorben logam berat dalam air limbah
Dalam pembuatan  dari limbah udang dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu proses deproteinasi, proses demineralisasi dan proses deasetilasi. Penghilangan protein melalui proses kimia (deproteinasi) dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH 5%. Penghilangan kandungan mineral melalui proses kimiawi (demineralisasi) dilakukan dengan menggunakan larutan HCl 1N, sedangkan deasetilasi dilakukan dengan cara pemanasan dengan menggunakan NaOH 50%.            Tetapi salah satu kelebihan lainya dari kitin dan kitosan adalah kitosan dapat digunakan sebagai pengawet bahan makanan yang tidak berbahaya untuk dikonsumsi yaitu dengan menggunakan bahan kimia (NaOH dan HCl) yang minimal. Pemanfaatan limbah tersebut diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan baku industri khususnya di bidang pangan, dan juga layak dikonsumsi sebagai pengawet bahan makanan yang tidak berbahaya bagi tubuh.
            Proses deproteinasi dilakukan dengan cara tepung limbah udang dengan berat tertentu, dimasukkan dalam labu leher tiga dengan penambahan NaOH 5% dengan volume tertentu. Perbandingan antara berat limbah udang dengan volume NaOH 5% adalah 1:15 (weight/volume). Ekstraksi dilakukan selama 2 jam pada suhu 100ºC untuk menghilangkan kandungan proteinnya. Hasil deproteinasi lalu disaring untuk diambil residunya dan dicuci menggunakan air sampai pH netral, kemudian residu dikeringkan dalam oven dengan suhu 600C.
Proses demineralisasi, residu hasil deproteinasi yang telah dicuci sampai pH netral dan dikeringkan dimasukkan ke dalam labu leher tiga dengan penambahan  HCl 1N dengan volume tertentu. Ekstraksi dilakukan selama 1 jam pada suhu 80ºC untuk menghilangkan kandungan mineralnya. Hasil demineralisasi lalu disaring untuk diambil residunya dan dicuci menggunakan air sampai pH netral, kemudian residu dikeringkan dalam oven. Residu hasil demineralisasi yang telah dikeringkan disebut kitin.
Proses deasetilasi yaitu mengubah kitin menjadi kitosan , kitin dimasukkan ke dalam labu leher tiga dengan penambahan NaOH 40% dengan volume tertentu. Ekstraksi dilakukan selama 2 jam pada suhu 110ºC. Hasil deasetilasi lalu disaring untuk diambil residunya dan dicuci menggunakan air sampai pH netral, kemudian residu dikeringkan dalam oven. Residu dari hasil deasetilasi inilah yang disebut kitosan. Kemudian hasil dianalisis derajat deasetilasi, kadar abu, kelarutan, dan viskositasnya untuk mengetahui mutu kitosan .
Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan kitosan  memiliki polikation bermuatan positif yang manpu menghambat pertumbuhan bakteri sehingga baik digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Indikator parameter daya awet hasil pengujian dengan menggunakan limbah udang antara lain :
1.     Keefektifan dalam mengurangi jumlah lalat yang hinggap.
2.     Keunggulan dalam uji mutu penampakan dan rasa, dimana hasil riset, menunjukkan penampakan ikan asin dengan coating chitosan lebih baik bila dibandingkan dengan ikan asin kontrol (tanpa formalin dan kitosan ) Keefektifan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, dimana nilai TPC (bakteri) sampai pada minggu kedelapan perlakuan, pelapisan kitosan  masih sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) ikan asin, yakni dibawah 1 x 105 (100 ribu koloni per gram).

3.     Kadar air, di mana perlakuan dengan pelapisan kitosan  sampai delapan minggu menunjukkan kemampuan kitosan  dalam mengikat air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar